Detail Cantuman
Advanced SearchText
Rindu
“Apalah arti memiliki, ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami?
Apalah arti kehilangan, ketika kami menangis terluka atas perasaan yang seharusnya indah? Bagaimana mungkin, kami terduduk patah hati atas sesuatu yang seharusnya suci dan tidak menuntut apapun?
Wahai, bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan? Dan tak terbilang keinginan melupakan saat kami dalam rindu? Hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis benang saja.”
Sipnosis singkat
Novel ini bercerita tentang perjalanan panjang jamaah haji Indonesia tahun 1938. Tentang kapal uap Blitar Holland, mengenai sejarah nusantara. Dan tentang pertanyaan-pertanyaan seputar masa lalu, kebencian, takdir, cinta, dan kemunafikan,dan kenyataan hidup. Cerita ini berlatar waktu pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Yakni pada masa ketika Belanda masih menduduki Indonesia. Pada masa itu, pemerintah Hindia Belanda memberikan layanan perjalanan haji untuk rakyat pribumi yang memiliki cukup uang. Perjalanan tersebut dilakukan melalui jalur laut yakni menggunakan kapal uap besar yang merupakan perkembangan teknologi transportasi tercanggih pada masa itu. Salah satu kapal yang beroperasi untuk melakukan perjalanan haji ini adalah kapal uap Blitar Holland. Di kapal besar inilah segala kisahnya dikupas tuntas.
Daeng Adipati, seorang yang dari luar terlihat sempurna. Memiliki karir yang bagus, istri yang cantik serta dua anak perempuannya yang lucu. Namun, dibalik itu semua ada sesuatu yang disembunyikan oleh Daeng Adipati yaitu kebencian terhadap ayahnya.
Tokoh kedua adalah Ambo Uleng. Seorang kelasi pendiam dan misterius. Walaupun ia pendiam namun sifatnya baik. Di novel ini, Tere Liye menceritakan jika Ambo Uleng ingin menjauhi tanah Makassar, karena ada sesuatu yang ingin dihindarinya yaitu Cinta.
Ada juga seorang guru ngaji di kapal itu yang bernama Bonda Upe. Ia memiliki masa lalu sebagai cabo(pelacur) dan masa lalunya ini menghantuinya di setiap malam.
Ada lagi sepasang suami istri, Mbah Kakung dan Mbah Putri yang sudah berumur walaupun mereka sudah tua tapi masih sangat romantis. Ketika membaca cerita suami istri ini berhasil membuat saya merinding membayangkan kisahnya.
Kisah terakhir adalah kisah seorang ulama yang sangat dihormati bernama Gurutta Ahmad Karaeng. Ulama ini bisa menjawab pertanyaan dari mereka yang hatinya sedang gundah gulana namun ia tidak bisa menjawab pertanyaannya sendiri.
“Cara terbaik menghadapi masa lalu adalah dengan dihadapi. Berdiri gagah. Mulailah dengan damai menerima masa lalumu. Buat apa dilawan? Dilupakan? Itu sudah menjadi bagian dari hidup kita. Peluk semua kisah itu. Berikan dia tempat terbaik dalam hidupmu. Itulah cara terbaik mengatasinya. Dengan kau menerimanya, perlahan-lahan dia akan memudar sendiri. Disiram oleh waktu, dipoles oleh kenangan baru yang lebih bahagia. Apakah mudah melakukannya? Itu sulit. Tapi bukan berarti mustahil.”
Ketersediaan
1600955 | 899.2213 TER r c1 | SMP MTA Library (800) | Tersedia |
1700537 | 899.2213 TER r c2 | SMP MTA Library (800) | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Repair |
1900257 | 899.2213 TER r c3 | SMP MTA Library (800) | Tersedia |
2000055 | 899.2213 TER r c4 | SMP MTA Library (800) | Tersedia |
2000056 | 899.2213 TER r c5 | SMP MTA Library (800) | Sedang Dipinjam (Jatuh tempo pada2024-11-27) |
Informasi Detil
Judul Seri |
-
|
---|---|
No. Panggil |
899.2213 TER r
|
Penerbit | Republika Penerbit : Jakarta., 2014 |
Deskripsi Fisik |
ii+544 hlm; 20.5 cm
|
Bahasa |
Indonesia
|
ISBN/ISSN |
9786028997904
|
Klasifikasi |
899.2213
|
Tipe Isi |
-
|
Tipe Media |
-
|
---|---|
Tipe Pembawa |
-
|
Edisi |
-
|
Subyek | |
Info Detil Spesifik |
-
|
Pernyataan Tanggungjawab |
-
|
Versi lain/terkait
Tidak tersedia versi lain