Image of Si Anak Kuat

Text

Si Anak Kuat



Judul Buku: SI ANAK KUAT
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Republika Penerbit
Tahun Terbit: Cetakan 1, Desember 2018
Jumlah Halaman : 397 halaman

Sinopsis:

“Kau anak paling kuat di keluarga ini, Amel. Itu benar sekali. Bukan kuat secara fisik, tapi kuat dari dalam. Kau adalah anak yang paling teguh hatinya, paling kokoh dengan pemahaman baik.”

Buku ini tentang Amelia, kisah anak yang memiliki mimpi-mimpi hebat untuk kampung tercintanya. Dari puluhan buku Tere Liye, serial buku ini adalah mahkotanya.

Apakah kamu anak bungsu? Kalau kamu anak bungsu, silahkan baca buku ini, siapa tahu ada hal yang sama-sama kamu alami seperti Amel. Contoh kecil: merasa tidak disayang keluarga. Atau Kakak-Kakak kamu menyebalkan, padahal sebenarnya tidak! Saya bukan anak bungsu, tapi membaca buku ini seolah belajar bagaimana memahami anak bungsu. Saya rasa, buku ini bisa dinikmati oleh semua umur: anak-anak, remaja, dewasa juga orang tua ????????????

Buku ini merupakan buku pertama dari serial anak nusantara, recover dari buku berjudul Amelia. Secara cover, yang sekarang lebih fresh walaupun secara cerita tetap sama. Tapi uniknya, meskipun saya membaca cerita yang sama, namun dengan judul berbeda, tidak sedikit pun menyisakan kebosanan saat membaca buku ini. Seru, terharu, terhibur sekaligus dapat banyak pelajaran berharga dari karakter-karakter hebat dalam pandangan saya, yang terdapat di buku ini. (saya sudah baca buku Amelia dan Saya juga baca buku Si Anak Kuat). Saya suka serial Anak Nusantara yang awalnya bernama serial anak-anak Mamak, dan pastinya saya pun sangat menyukai buku ini. Buku tentang anak bungsunya Mamak Nurmas dan Bapak Syahdan, bernama lengkap Amelia dan biasa disapa Amel. Si bungsu ini memiliki tiga orang Kakak, yaitu: Kak Eli (Eliana), Kak Pukat dan Kak Burlian. Ketiga Kakaknya pun memiliki buku masing-masing.

Dalam keluarganya, Amelia dikenal sebagai ‘Si Anak Kuat.’ Bukan kuat karena otot, melainkan pemahaman terhadap nilai kehidupan dibanding Kakak-Kakaknya. Ia sangat peduli terhadap kepentingan keluarga, orang-orang yang disayanginya, juga orang lain.

“Kau adalah anak paling kuat di keluarga kita, Amel. Kau tahu kenapa?” “Karena hati kau dibuat dari kristal paling bening. Hanya seorang putri terbaik yang memperolehnya. Putri Amelia.” (Halaman 172).

Masa kecil Amel begitu seru! Hidup di sebuah lembah desa yang Indah. Memiliki kedua orang tua yang telah menanamkan pemahaman akan nilai-nilai baik dalam agama dan kehidupan. Memiliki Kakak terbaik sedunia yaitu Kak Eli, dan dua Kakak paling iseng dan jail yaitu Kak Pukat dan Kak Burlian. Sebagai anak bungsu, Kakak laki-lakinya sering mengolok Amel sebagai ‘penunggu rumah’ tradisi dalam lingkungan masyarakat mereka. Eit tapi yang namanya saudara, tetap saja kita tidak akan bisa menghindar dari pertengkaran antara adik dan Kakak ???? Seperti mereka tentunya. Yang paling menarik dan membuat saya terharu saat Amel menganggap Kak Eli sebagai si tukang suruh-suruh dan cerewet. Pas bagian Amel digendong Kak Eli, saat Amel jatuh dan Kak Eli menggendong adik kesayangannya sampai pingsan, saya terharu sekali ???????? dan tentu saja bagian-bagian Kak Pukat dan Kak Burlian yang super iseng, justru jadi pemanis dan membuat saya ketawa-ketawa saat membacanya. Paling kocak cerita tentang dua sigung yaitu Kak Pukat dan Kak Burlian disunat (dalam buku kedua kakaknya tidak disinggung, justru ada di bukunya Amelia). Kejutan lain dari buku ini juga tentang keteguhan hati Amel yang membantu teman sekelasnya yang nakal, hingga jadi anak baik (baca saja selengkapnya di bukunya di bab Chuck Noris), kemudian cerita tentang petualangan Amel bersama Paman Unus dan sahabatnya Maya ke hutan lebat dan menemukan biji kopi terbaik. Hingga menuwujudkan ide dari Amelia untuk mengganti tanaman kopi terbaik di kampungnya. Meskipun ceritanya berakhir saat pertemuan besar di kampungnya dan menjadikan Amel sebagai anak kecil nomor satu yang paling penting malam itu. Tenang saja, saat kamu baca epilognya, nanti akan tahu apakah proyek Amel bersama geng yang tidak jadi dinamakan ‘Geng Anak Bungsu’ terdiri dari Amel, Maya, Noris dan Tambusai, berhasil atau tidak? Apakah cita-cita Amel Yang sesungguhnya? Apakah tradisi ‘penunggu rumah’ jatuh pada Amel? Bagaimana masa depan dan sekolahnya Amel? Temukan jawabannya dalam buku ini.

Pokoknya kalau saya, totally in love sama buku ini. Sebab setting ceritanya mengingatkan saya akan masa kecil juga. Cerita sederhana namun memiliki banyak pesan moral yang bisa saya dapatkan. ‘Tentang keajaiban bersabar.’ Tentang betapa hebatnya karakter Pak Bin, guru sekolah satu-satunya di kampung, puluhan tahun tidak pernah lolos dalam tes PNS, namun pengabdiannya sungguh luar biasa, dan lagi-lagi membuat saya terharu ???? Karakter Nek Kiba guru mengaji sekampung yang sudah puluhan tahun mengajar, juga hebat, apalagi nasihat-nasihatnya sangat bagus untuk diterapkan dalam kehidupan. Karakter Wak Yati juga menyenangkan.

Kalau kamu ingin tahu apa yang dilakukan Amelia setelah menuntut ilmu sampai negeri kincir angin, lalu mewujudkan cita-cita yang sedari awal tak pernah ia ketahui, dan ternyata cita-cita tersebut dekat sekali dengan kehidupannya. Apakah kamu akan menganggap Amelia si bungsu yang “bodoh”? atau si bungsu yang mulia? Maka kamu harus membaca buku ini, temukan sensasi ‘asik dan serunya’ jadi anak bungsu. Dan baca juga serial kakak-kakaknya, Eliana, Pukat dan Burlian. Selalu ada hikmah di setiap lembar kisah mereka. ❤️❤️❤️❤️

Kenapa perlu membaca dan mengoleksi buku ini, karena banyak hal menarik yang disampaikan dalam buku ini, silahkan simak kalimat favorit yang saya rangkumkan ????

Berikut ini kalimat-kalimat favorit saya dalam buku Si Anak Kuat :

“Kakak kau itu memang jahil, Amel. Tapi dia akan melihat dunia, dia akan belajar banyak. Kakak kau itu special, Amel, memiliki keteguhan hati. Nah, semoga kalau besar nanti, Jailnya berkurang.” _Bapak kepada Amelia (Halaman 3)
Menemani, itu jelas pendekatan komunikasi paling brilian yang dicontohkan Bapak. _Amelia (Halaman 22)
“Menjadi anak nomor berapa pun sama saja, Amel. Sama pentingnya, sama posisinya. Hanya berbeda tanggung jawab sesuai usia masing-masing.” _Bapak kepada Amelia (Halaman 23)
Nah, soal Kak Eli terus marah -marah, menyuruh-nyuruh, maka cara mengatasinya mudah sekali, Amel. Kau tinggal menuruti semua yang disuruh. Lakukan tugas dari Mamak dengan gesit dan rapi, maka Kak Eli tidak akan punya alasan apapun untuk marah-marah. Bahkan jadi seru, bukan, Kalam kakak kau itu tidak bisa marah-marah lagi karena kau sudah membereskan sebelum diperintah, sudah menyelesaikan sebelum ditanya. Kak Eli pasti hanya bisa terdiam.” (Halaman 24)
“Kau tahu, Amel. Menurut Bapak, menjadi anak bungsu itu keren sekali. Kau adalah anak yang paling disayang. (Halaman 24).
“Kau anak paling kuat di keluarga ini, Amel. Itu benar sekali. Bukan kuat secara fisik, tapi kuat dari dalam. Kau adalah anak paling teguh hati nya, paling kokoh dengan dengan pemahaman yang baik. (Halaman 25-26).
Seperti nasihat Nek Kiba, guru mengaji kami, benar. Orang-orang yang melakukan kesalahan pasti hidupnya tidak tenang hingga dia mau bertobat. (Halaman 51)
“Kau tidak terlalu kecil untuk bisa melihatnya, Amel. Kau lebih cepat mengerti dibanding Kakak-kakakmu soal memahami kebaikan. Tetapi jelas kau terlalu keras kepala untuk menerimanya. Kak Eli menyayangi kau. Tidak ada orang yang begitu cerewet, sering mengingatkan, kalau dia tidak sayang. Justru ketika orang lain memutuskan mendiamkan, maka saat itulah dia sudah tidak peduli lagi, tidak sayang lagi.” (Halaman 57)
“Jangan dengarkan kalimat mereka Amel. Kata Bapak, kita tidak pernah dinilai dari wajah kusam, pakaian kumal, apalagi dari kampung atau bukan.” (Halaman 59)
Kak Eli selalu menyayangi adik-adiknya. Terutama kau, satu-satunya adik perempuannya. Kau hanya perlu sedikit mau menerimanya, Maka kau akan paham.” (Halaman 59)
….. aku seperti baru menyadari, selama ini Kak Eli tidak pernah protes dua kali kalau diperintah Mamak. Bahkan dalam banyak tugas, Kak Eli langsung mengangguk. Itu berbeda sekali denganku, yang bila perlu berkali-kali menawar. (Halaman 67)
Dengan memeluk Kak Eli di belakang, digendong di punggung, aku bisa merasakan sedekat itu bukti kasih sayangnya. Kak Eli tidak pernah membenciku. Dia tidak pernah mengomeliku, memarahiku, menyuruh-nyuruhku karena takut pada Mamak. Dia melakukan semua itu karena sedang mengajariku. Kak Eli menyayangiku. Aku terisak. (Halaman 74)
Aku selalu ingin dipanggil seperti panggilan Kak Eli. Bukan karena nama itulah yang menyuruh-nyuruhku, bisa mengatur semua orang, sangat berkuasa di rumah. Melainkan aku tahu sekarang, karena aku ingin persis seperti Kak Eli, yang selalu menyayangi adik-adiknya. Kakak terbaik sedunia yang aku miliki. Kakak sulugku yang amat pemberani. (Halaman 76).
…..dengan segala keterbatasan sekolah, kami amat bersyukur karena memiliki sebuah kelebihan besar: Pak Bin adalah guru terbaik yang pernah kami miliki. (Halaman 80)
“Itulah salah satu jawaban kenapa kemiskinan, keterbatasan, bisa dikalahkan oleh ilmu pengetahuan. Tentu kerja keras menjadi syarat utamanya. Akan tetapi jika di tambah ilmu pengetahuan, petani kampung kita bisa hidup lebih makmur dan berkecukupan. (Halaman 82).
Sama bisanya dengan membedakan bibit yang baik dengan bibit yang buruk. Ada ilmunya. Tetapi masalah terbesarnya adalah bagaimana mendidik petani di kampung kita agar memahami situasinya, kemudian berhasil mengajak mereka menjadi petani yang modern. Bayangkan apa yang terjadi kalau kopi atau karet yang dihasilkan ternyata bisa tiga kali lipat dari sekarang. Kampung ini akan lebih makmur, dengan lahan ladang yang sama. Orangtua kalian akan punya cukup uang. Anak-anak tidak perlu pergi membantu ke ladang, bisa terus sekolah. (Halaman 83)
“Anak-anak, dalam banyak hal, meski kita telah bekerja keras setiap hari sepanjang tahun, belenggu kemiskinan tetap menjerat erat akibat ketidaktahuan, akibat dangkalnya pendidikan. Itulah pentingnya sekolah, agar kita bisa menghancurkan belenggu itu.” (Halaman 83)
Cara belajar mendikte seperti ini harus diterapkan pak Bin bukan karena ia malas mengajar, tapi karena keterbatasan. Dengan cara itu, ia bisa meninggalkan kelas untuk mengurus kelas lain. Juga karena di sekolah kami buku teks amat terbatas. Mencatat adalah cara terbaik agar kami bisa membacanya, belajar lagi di rumah. (Halaman 84-85)
Tidak banyak orang yang bisa mengendalikan teman dekat sendiri, meski dia pandai sekali mengendalikan orang lain, termasuk musuhnya. (Halaman 94)
“Itu tidak menjadi urusan kita Amel.” Jawaban Mamak tegas sekali. Suaranya lantang. “Membicarakan aib orang lain adalah pekerjaan menggunjing. Dosanya besar. Allah membenci orang yang bergunjing.” (Halaman 99)
Terkadang rasa ingin tahu bisa membuat seseorang genius sekalipun melakukan hal bodoh. (Halaman 104)
Karena biasanya anak paling bungsulah yang paling dekat emosionalnya dengan orangtua (halaman 106)
Lagipula, dengan tetap tinggal di kampung, bukan berarti seseorang tidak bisa melakukan hal besar. Karena besar kecilnya perbuatan, tidak semata-mata dilihat dari ukuran kasat mata. Melainkan juga diukur dari hal yang tidak terlihat. Ketika kau menolong seorang anak yang kelaparan misalnya. Mungkin itu perbuatan kecil, hanya satu anak, apakah artinya. Tapi bagi anak itu, jelas perbuatan besar; dia diselamatkan dari laparnya. Dan kaidah agama bilang, menyelamatkan satu orang itu sama dengan menyelamatkan seluruh orang di dunia. (Halaman 107)
Masa depan kau, mau jadi apa kelak, itu semua adalah pilihan kau sendiri. (Halaman 107)
Berpikir positif dan menghibur diri selalu efektif membuat perasaan kesal berubah jadi riang. (Halaman 111-112)
Jadi, lebih baik berprasangka baik, itu membuatku lebih nyaman. (Halaman 125)
Nah, meskipun kalian berdua anak laki-laki (Burlian dan Pukat), besok lusa kalian tetap harus bisa menyetrika pakaian sendiri. Ingat baik-baik, mencuci pakaian, menjemur, menyetrika itu jelas bukan pekerjaan anak perempuan. (Halaman 126)
“Dunia orang dewasa tidak selurus dunia anak-anak yang lima menit bertengkar, lima menit kemudian sudah kembali bermain bersama. Kau tahu, dunia orang dewasa bagai sebutir bawang merah, berlapis-lapis oleh ego, keras kepala oleh argumen, bertumpuk pembenaran dan hal-hal yang boleh jadi tidak kaupahami sekarang.” (Halaman 138)
“Karena kau harus tahu, air mata seseorang yang tulus hatinya, justru menjadi bukti betapa kuat dan kokoh hidupnya.” (Halaman 144)
“Tidak akan pernah rugi membeli buku yang baik. Berapa pun harganya.” (Halaman 151).
“Karena Norris adalah teman kita, tetangga kita. Berada di sekitar kita, dan ada dalam kehidupan kita. Sebelum kita peduli pada jutaan anak-anak itu, mulailah peduli dengan yang paling dekat. Kau telah melakukannya dengan baik Amel, jangan berkecil hati.” Pak Bin menatapku penuh penghargaan. Asal kau tidak menyerah, semoga besok lusa kita berhasil.” (Halaman 160).
“Kau harus bersabar, Amel. Bersabar juga usaha terbaik. Kau tetap melakukan apa yang telah kau lakukan selama ini. Terus peduli dan membantu. Cepat atau lambat, keajaiban akan tiba. Dan ketika tiba, bahkan tembok paling keras pun akan runtuh. Batu paling besar pun akan berlubang oleh tetes air hujan kecil yang terus-menerus.” (Halaman 161).
“Berhentilah bertingkah seperti kau orang paling menderita di dunia, Norris. Berhentilah merasa kau berhak melakukan itu semua. Bertingkah semau-maunya. Ada jutaan anak yatim piatu di dunia ini. Kau hanya kehilangan ibu. Dan itu tidak sedikit pun tidak pantas menjadi alasan semua tingkah lakumu.” “Kau kira kau orang paling susah karena ibumu pergi,hah? Sama sekali tidak. Lihat sendiri Bapak kau, ditinggal pergi orang yang paling dicintainya. Harus mengurus kalian semua. Ditambah lagi menghadapi kelakuanmu. Kau kira kau yang paling kehilangan, hah? Lihat Bapak kau Norris. (Halaman 170-171).
“Kau adalah anak paling kuat di keluarga kita, Amel. Kau tahu kenapa?” “Karena hati kau dibuat dari kristal paling bening. Hanya seorang putri terbaik yang memperolehnya. Putri Amelia.” (Halaman 172).
“Tidak pernah ada kata terlambat dalam belajar, Nak. Tidak kemarin, tidak hari ini, juga tidak akan pernah esok lusa. Ayo bergabung masuk. Pak Bin merentangkan tangannya, menyambut. Ia tersenyum amat tulus— sungguh itulah senyum sejati seorang pendidik yang akan kukenang sepanjang hidupku. Tiada tara oleh kasih sayang dan kepeduliaan. (Halaman 179).
…. selalu ada keajaiban bagi orang yang bersabar…. (Halaman 181)
Wak Yati pernah berbisik padaku, “Kau tahu Amel, sebagian Ibu-ibu itu hanya lincah mulutnya, lincah bergunjing. Tapi Mamak kau sebaliknya, tangannya lebih lincah bekerja. Semua dikerjakan dengan cepat, teleti, tanpa kesalahan.” (Halaman 186).
“Karena kau memiliki hati mamakmu, Nak. Kau selalu peduli. Kau selalu ingin orang lain lebih baik. Itu anugrah Tuhan yang hebat, Amel. Hati yang kuat dan teguh tidak dimiliki setiap orang.” (Halaman 195)
“Hidup ini dipergilirkan satu sama lain. Kadang kita di atas, kadang kita di bawah. Kadang kita tertawa, lantas kemudian kita terdiam, bahkan menangis. Itulah kehidupan. Barang siapa yang sabar,maka semua bisa dilewati dengan hati lapang.” (Halaman 202).
Itulah Pak Bin, guru satu-satunya di sekolah kami. Dengan semua keterbatasan yang ada, hanya dia-lah pelita jangkar, harapan, semuanya yang kami miliki. Pak Bin-lah yang secara nyata memberikan jalan bagi cemerlangnya masa depan anak-anak kampung terpencil. Dengan metode mengajarnya, dengan semua ketulusannya, dengan semua keriangannya. Sungguh. Aku menatap wajah tua Pak Bin lamat-lamat, wajah yang sedetik lalu masih marah, sekarang berubah 180 derajat menjadi riang saat menghadapi murid-muridnya. (Halaman 212-213)
Kau mungkin bukan anak Syahdan dan Nurmas yang paling pintar seperti Pukat Kakak kau ini, tapi kau jelas adalah yang paling kuat pemahaman baiknya. Kau mewarisi sifat baik Mamak kau, Amel. Tenang benderang lembah ini oleh sifat baik Mamak kau bahkan saat usianya sepantaran kau. (Halaman 219).
Menurutku, Nek Kiba adalah guru ngaji terbaik sedunia. Berpuluh-puluh tahun mengajar mengaji, tidak serupiah pun ia meminta bayaran. Bahkan dipaksa sekalipun oleh penduduk kampung Nek Kiba tidak mau. Meski tidak dibayar, kami semua tahu, rumah panggungnya paling besar diantara yang lain. Kebun karet dan kopinya juga luas. (Halaman 219).
Rasulullah berpesan kepada Auf Bin Malik, ‘Banyaklah mengucapkan kalimat Laa hawla wa laa quwwata illa billahil aliyyil adzim. (Halaman 223)
Dengarkan aku Pukat, Burlian. Apakah doa bisa mengubah sesuatu? Apakah doa bisa terwujud menjadi bala bantuan tidak terbilang yang langsung dikirim dari langit? Maka jawabannya adalah iya, Nak. Doa adalah benteng pertahanan terbaik. Doa juga sekaligus senjata terbaik bagi setiap muslim. (Halaman 223)
Rasul Allah berpesan kepada Auf Bin Malik, “Banyaklah mengucapkan kalimat La haula wala quwwata illa billahil aliyyul adzim.” “Tiada daya dan kekuatan melainkan (atas pertolongan) Allah yang Mahatinggi dan Maha Agung. Diucapakan dengan sungguh-sungguh, maka jadilah kalimat itu sebuah doa terbaik yang ada. (Halaman 223)
Saat Itulah turun firman Allah, “barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya.” Sungguh benar Allah, lihatlah, tidak ada yang bisa dilakukan Auf untuk menemukan anaknya yang hilang tak tahu rimbanya. Dia miskin, lemah. Dia sedang terjepit oleh situasi. Tapi dia memiliki keyakinan kepada Allah. Dan itu lebih dari cukup untuk menolong situasi. (Halaman 224).
“Kalian tahu Burlian, Pukat. Sunat adalah perintah Rasulullah. Semua laki-laki Muslim harus disunat. Itu bukti apakah kita mencintai Rasulullah atau tidak. Kita harus patuh, taat, tidak protes. (Halaman 225)
…. “Jalanilah dengan perasaan tenteram. Karena sungguh, Dalam urusan apa pun, tiada daya dan kekuatan melainkan atas pertolongan Allah.” (Halaman 225)
Kau pasti pernah mendengar nasihat Pak Bin, ketika kita pergi melihat dunia luar, maka kita akan menemui tempat baru, teman-teman baru, pengalaman baru, kesempatan baru. Maka jangan pernah bersedih.” (Halaman 241).
Maka jadi lah anak perempuan yang gesit, Mandiri dan pintar (Halaman 241)
“Syahdan, kau tahu, hakikat cinta adalah melepaskan. Semakin sejati ia, semakin tulus kau melepasnya. Percayalah, jika memang itu cinta sejati kau, tidak peduli aral melintang, ia akan kembali sendiri padamu. Banyak sekali pecinta di dunia ini yang melupakan kebijaksanaan sesederhana itu. Malah sebaliknya, berbual bilang cinta, namun ia menggenggamnya erat-erat.” (Halaman 243).
“Bapak adalah guru terbaik bagi saya. Tidak akan saya temukan di tempat lain. Doakan saya baik-baik saja di kota. (Halaman 244)
“Hati-hati, Nak. Kau sendirian di sana. Selalu bertanggung jawab atas apa yang akan kaulakukan.” (Halaman 245).
“Yati, ada banyak kesempatan di sana. Kau bisa menjadi orang besar. Jangan habiskan waktu sia-sia di kampung terpencil ini.” (Halaman 265).
“Sejauh-jauhnya kau pergi, setinggi apa pun mimpi kau, Amel, kau tetap tidak bisa melupakan hakikat seorang perempuan. Menjadi istri, menjadi ibu dari anak-anak kau kelak. (Halaman 265)
. “Itu mudah Amel. Karena Mamak kau tidak mau terlihat menangis di depan anak-anaknya. Tidak akan pernah dia lakukan Amel. Seorang ibu menyimpan misteri besar dalam hidup ini. Ketika dia berbicara A tentang keinginan dan harapannya, maka itu boleh jadi maksudnya. (Halaman 266)
“Amel tahu, Mamak orang yang terakhir bergabung di meja. Dialah yang terakhir menyendok sisa gulai atau sayur. Yang kehabisan makanan. Mamak yang terakhir kali tidur setelah semua tidur. Mamak yang terakhir beranjak istirahat, setelah semua istirahat. Mamak selalu yang terakhir dalam setiap urusan. Dan Mamak juga yang selalu pertama dalam urusan lainnya. Dia yang pertama bangun. Dia yang pertama membersihkan rumah. Dia yang pertama kali mencuci, mengelap, mengepel. Dia yang pertama kali ada saat kami terluka, menangis, dan sakit. Dia yang pertama kali memastikan kami baik-baik saja. Mamak yang selalu pertama dalam urusan itu. Amel tahu itu semua, Amel memperhatikan, kok.” (Halaman 267)
“Nanti malam, kau bangun jam dua dini hari. Aku tahu. Mamak dan Bapak kau punya kebiasaan shalat malam berdua setiap hari tertentu. Jangan berisik, dengarkan percakapan mereka setelah shalat. Maka kau akan tahu, tidak seorang pun ibu di dunia ini yang mau berpisah dengan anak-anaknya. Mulutnya berkata ‘pergilah’, tapi hatinya berteriak menolak. Ibu adalah Ibu, Amel. Kalian boleh saja tidak tahu, mereka setiap malam sering kali bersimpuh menangis demi pengharapan terbaik bagi anak-anaknya.” (Halaman 268).
Mamak selalu menyimpan sendiri perasaannya. Jika ia terlihat biasa, semua pekerjaan rumah beres, seperti ada atau tidak ada Kak Eli sama saja, maka itu karena Mamak ingin kami melihatnya demikian. Jika ia menatap datar di peron statiun, sama sekali tidak menunjukkan perasaannya, karena ia ingin Kak Eli pergi dengan riang, tanpa beban pikiran.” (Halaman 275)
“Tidak usah cemas, Amel. Sepanjang kita tahu apa yang sedang dilakukan, bagaimana melakukannya, semua aman.”
“Kalian camkan baik-baik, tidak ada anggota keluarga kita yang mencuri, Burlian, Pukat, Amel. Kita lebih baik tidak makan dibandingkan melakukan itu. Kalian paham?” (Halaman 293)
“Amel tidak bilang itu akan mudah, Nurdin.” Pak Bin yang ternyata duluan menimpali. “Dia justru dengan terang benderang bilang kalau itu sulit, sangat sulit. Semua orang harus berani berkorban. Saya kira, kalimat Amel amat jelas sekali tadi. (Halaman 301).
Tidak akan mudah. Tapi jika berhasil, kau akan membuat perubahan terbesar sejak leluhur kita dulu mendirikan rumah panggung pertama di lembah ini. Peduli adalah energi kebaikan yang penting. Berlimpah ruah kepeduliaan itu di hati kau. Sungguh teguh hati kau, Amel. (Halaman 303)
Tapi jangan kau terlalu cemaskan, sepanjang kita sudah melakukan yang terbaik maka sudah baiklah semuanya. Karena sejatinya bertani adalah proses panjang penuh kesabaran. Kau harus tahu, dengan bibit hasil kloning terbaik sekalipun tetap ada kemungkinan gagal. (Halaman 321).
“Anak-anak, dalam agama kita, penting sekali melakukan sesuatu dengan ilmu.” “Se seorang yang mengerjakan amal, tapi dia tidak tahu tujuannya, tidak paham ilmunya, maka itu ibarat anak kecil yang disuruh mendirikan rumah. Tak tegak tiangnya. Tak kokoh dindingnya. Jangan tanya daun pintu, jendela, dan atapnya, sia-sia belaka. Semua orang dituntut belajar, mempelajari apapun yang diperintahkan agama ini. Termasuk mempelajari suatu ilmu yang tidak segera diamalkan. Naik haji misalnya, meskipun tak satu pun penduduk di kampung ini yang mampu naik haji, jangan tanya kapan akan berangkat, termimpikan pun tidak, tetap saja mengetahui ilmu naik haji jelas penting.” (Halaman 322)
Lantas, apa itu yang disebut ilmu? Mudah saja. Ilmu adalah yang mendasari sebuah perbuatan, dalil. Ilmu adalah yang menjelaskan secara benar kenapa harus begini, kenapa harus begitu. Baik yang ditulis di atas kertas, maupun di sampaikan secara lisan dari mulut ke mulut. Baik yang dikuasai oleh satu-dua orang tertentu, apalagi yang diketahui banyak orang.” (Halaman 322).
“Dalam kitab suci, jelas perintah soal ilmu ini. Ketika seseorang tidak mengetahui sebuah urusan, tidak paham, tidak mengerti, maka bergegaslah bertanya pada orang yang tahu ilmunya. Jangan malas, jangan keras kepala, jangan bebal, apalagi hingga sok tahu mengerjakan sesuai pemahaman diri sendiri. Itu bisa menjadi kekeliruan yang besar. Apa susahnya bertanya? Bukankah jika kita tidak tahu jalan, bertanya pada yang tahu mencegah kita tersesat. Jika kita tidak mengerti menghadapi binatang buas, bertanya mencegah kita diterkam. Bertanyalah, kalaupun kita sudah tahu, itu akan membuat kita lebih yakin lagi.” (Halaman 322).
“Apakah menuntut ilmu hanya untuk urusan agama? Tidak. Pun dalam sehari-hari, terkadang ini juga bisa digunakan. Seorang harus memiliki ilmu saat melakukan sesuatu. Sungguh, ketika sebuah urusan diberikan kepada orang yang tidak cakap, maka tunggulah kehancuran. (Halaman 323).
“Dalam urusan apapun, penting sekali memiliki ilmunya. Maka, anak-anak sekalian, tuntutlah ilmu sejauh mungkin, rengkuh dia dari tempat-tempat jauh, kumpulkan dia dari sumber-sumber terbaik, guru-guru yang tulus, agar terang cahaya kalian, terang oleh ilmu itu. Jangan bosan karena waktu. Jangan menyerah karena keterbatasan. Jangan malu karena katidaktahuan. Kalian adalah anak-anak terbaik yang dimiliki kampung ini.” (Halaman 324).
“Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman.” Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang. Merantaulah, kau akan mendapatkan pengganti dari kerabat dan kawan. Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang. (Syair Indah karya guru termashur Imam Syafi’i) (Halaman 325).
“Jangan terlalu didengarkan, Amel. Sepanjang kau tahu persis apa yang kau lakukan, cakap orang lain tidak perlu terlalu dimasukkan ke dalam hati.” (Halaman 331).
“Kau adalah anak paling kuat di keluarga kita, Amel. Teguh hatinya …. tidak ada yang bisa melawan keteguhan hati.” (Halaman 345).
Tetapi cara terbaik untuk membuat mereka percaya adalah justru dengan membiarkan keyakinan itu muncul di hati mereka sendiri. Jangan digoda dengan angka, dengan janji-janji. Kalian bukan rombongan pembawa kabar baik. (Halaman 346)
Paman Unus sudah berpesan, jangan dipaksa, lakukanlah seperti air sungai yang mengalir. Bertemu kelokan is berbelok. Bertemu batu besar ia menyamping. Bertemu tebat atau bendungan ia menunggu. Terus menunggu hingga airnya banyak, kemudian berhasil melampaui tebat tersebut, untuk mengalir lagi mengikuti jalurnya. (Halaman 353)
Selalu Jawab dengan tegas. Jangan mengambang. Jangan mendua. Jangan ragu-ragù. Paman tahu kalian ingin semua orang mendukung usaha ini, ingin membujuk, ingin meyakinkan, tapi kita tidak akan menggunakan pendekatan itu. Strategi kita justru sebaliknya, menggunakan pendekatan terbalik. Kita sama sekali tidak peduli dengan bagaimanan keputusan mereka, yang kita peduli adalah mereka tahu semua informasi dan fakta. (Halaman 354).
Kita tidak perlu mengerti untuk setuju. Sepanjang itu datang dari orang yang lebih berilmu. Besok lusa sepanjang mau terus belajar, aku juga akan mengerti dengan sendirinya. Bahkan bisa lebih mengerti lagi . (Halaman 357)
Ada pepatah bijak, siapa yang tidak mengambil langkah pertama untuk memulai sesuatu, maka dia tidak akan pernah melihat hasil sesuatu tersebut. Tidak akan pernah.” (Halaman 359
Dalam sebuah proses perubahan, selalu bagaian terpentingnya adalah memulai perubahan tersebut. Persis seperti bola salju yang menggelinding atau kartu dirobohkan. Adalah pertama kali bola menggelinding atau kartu dirobohkan, itulah awal segalanya. Sisanya apakah berhasil hingga ke ujung, membesar, bermanfaat, atau sebaliknya gagal, terhenti, tidak banyak berfaedah adalah hal lain, misteri Tuhan yang di luar kendali kita. (Halaman 385).
“Bahkan agama ini memerintahkan agar kita tetap berbuat adil kepada musuh sekalipun. Sungguh, janganlah kebencian kita kepada seseorang atau kepada sebuah kaum, membuat kita tidak adil. Laknat Allah besar sekali kepada pelakunya, Hasan. Kemakmuran diangkat dari sebuah negeri, pertolongan ditahan atas sebuah negeri, ketika orang-orang didalamnya enggan berbuat adil. (Halaman 387).
Kesabaran selalu saja membawa keajaiban. (Halaman 387)
Bertani adalah proses panjang penuh kesabaran. Petani yang baik adalah yang paling tawakal dalam setiap urusan. (Halaman 389).
Akulah Amelia, anak bungsu keluarga. Aku penunggu rumah. Kampung ini adalah duniaku. Jika ada orang yang bertanya apa cita-citaku, sejak ladang kopi ini mulai ditanami aku sudah memilikinya. Tidak besar, tidak megah, sederhana saja, tapi itulah pilihan hidupku. Aku memilihnya sendiri dengan kesadaran terbaik. (Halaman 390)
“ Tidak ada yang menahan anak bungsu Mamak. Kau pergilah, Amel. Jangan pikirkan hal-hal yang tidak perlu kau pikirkan. Doa Mamak menyertaimu, Nak. (Halaman 392)
Inilah duniaku sekarang. Dan menjadi guru adalah cita-cita terbaik yang pernah kumiliki saat menatap wajah tulus Pak Bin dan senyum lapang Nek Kiba mengurus kami dulu. Aku memiliki teladan guru-guru terbaik dalam hidupku. Guru-guru yang dulu punya keterbatasan tapi terus mengajar dengan baik dan semangat. Maka, hari ini, tidak boleh ada lagi keterbatasan di lembah ini. Tidak ada. Anak-anak lembah berhak atas pendidikan terbaik. Aku akan memastikannya. Penduduk lembah juga berhak atas kehidupan yang lebih layak dan berkecukupan. Aku akan membantunya. Meneruskan usaha besar dua puluh tahun lalu. Aku telah kembali dengan kekuatan penuh. (Halaman 391).


Ketersediaan

1900251899.2213 TER s c1SMP MTA Library (800)Tersedia
2000045899.2213 TER s c2SMP MTA Library (800)Sedang Dipinjam (Jatuh tempo pada2024-11-29)
2000046899.2213 TER s c3SMP MTA Library (800)Sedang Dipinjam (Jatuh tempo pada2024-11-29)

Informasi Detil

Judul Seri
-
No. Panggil
899.2213 TER s
Penerbit Republika Penerbit : Jakarta.,
Deskripsi Fisik
397 hlm.; 21 cm
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
978-602-5734-42-7
Klasifikasi
899.2213
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab

Versi lain/terkait

Tidak tersedia versi lain




Informasi


DETAIL CANTUMAN


Kembali ke sebelumnyaXML DetailCite this